Day 28: Classic Novel You haven’t Read but Plan to

Saya mulai membaca novel klasik disebabkan oleh tugas-tugas Bahasa Indonesia. Nama Idrus, Sutan Takdir Alisjahbana, Umar Kayam adalah nama-nama yang sering mampir dalam teks bacaan. Tersebab itu lah yang membuat saya semakin terhanyut pada sastra klasik.

Tiga buku di atas adalah novel klasik yang masuk dalam reading list yang hendak saya habiskan semasa pandemi ini. Heidi karya Johanna Spry, the Age of Innocence karya Edith Wharton, dan Wuthering Heights karya Emily Bronte. Dua buku tersebut saya beli karena hasutan promo dan diskon besar-besaran. Satu buku adalah hibah dari seorang teman. Tiga novel tersebut sudah mangkrak di rak buku saya hampir satu tahun ini. Menyedihkan bukan?

Sayangnya novel ini ada di daftar nomor tiga hingga enam dari daftar bacaan saya, tentu saja disamping tugas utama saya untuk menyelesaikan tesis. Fyuhh, semoga sebelum pandemi berakhir, sebelum kembali pada rutinitas yang lebih menggila, semua buku dalam daftar baca bisa diselesaikan. Aaamiiinnn!!

Day 25: Book Villain You Actually Love

Villain biasanya muncul di cerita-cerita hero atau dramatis. Sayangnya, kosa kata saya tentang buku semacam itu bisa dihitung jari, terlebih antagonis yang melekat di hati. Saya cenderung kurang menyukai tokoh dengan lakon bad boy atau bad girl XD.

unnamed

Lucius, Narcissa, dan Draco

Oleh karena itu, hanya satu nama yang terlintas di kepala sayaMy forever favorite fantasy series, Harry Potter series, menawarkan Draco Malfoy sebagai tokoh antagonis yang sebenarnya pathetic dan melo. Keluarga Malfoy, Lucius, Narcissa, dan anaknya Draco adalah tokoh paling menyedihkan dalam serial ini. Tolong abaikan Bellatrix Lestrange yang sangat menyebalkan itu, the most hateful villain. Continue reading

Day 19 to Day 24

Ba’da bimbingan pekan lalu, saya terkena shock pasca bimbingan. Seperti di zaman S1 dulu, saya suka mutung setelah bimbingan XD. Oleh karena itu, challenge ini jadi keteteran. Eh, apakah revisi saya selesai? Belum kok. Hanya saja mood jauh lebih baik karena masuk bulan Ramadhan. Yeay!!

Nah, sekarang saya akan mengejar ketertinggalan saya 😀

9780375703959


Day 19: an Audiobook You Like Because of the Narrator’s Voice

Seperti yang saya sampaikan di post sebelumnya bahwa saya bukan pendengar yang baik, tema ini saya terjemahkan menjadi buku dengan gaya penulisan yang menarik. Novel ini berjudul Ocean Sea karya Alessandro BaricoSaya tidak mengingat isi ceritanya namun gaya penulisannya sangat unik dan kontemplatif.

d0210e130fef5a1aadd08a655491b4cc

 

Day 20: a Book with an Unreliable Narrator

Saya memilih fiksi klasik karya Nikolai Gogol, Pertengkaran. Buku ini memuat beberapa cerita dengan alur yang sangat lambat, gaya penceritaan yang deskriptif, dan cerita yang absurd. Sebenarnya, fiksi ini diceritakan oleh sudut pandang ketiga namun kadang saya tidak percaya dengan apa yang tengah saya baca. Unik sekali!

Continue reading

Day 16: a Book You’ve Read more than Once

Saat remaja, dimana sosial media masih terbatas friendster, handphone belum android, serta koneksi internet masih mahal dan harus ke warnet, semua buku di rumah selalu saya baca lebih dari sekali. Bagus atau tidak, menarik atau membosankan, saya hampir selalu hafal plot, nama tokoh, bahkan kata mutiaranya. Saat ini, boro-boro membaca ulang, menghabiskan buku tanpa meninggalkannya di tengah jalan adalah sebuah hal yang patut disyukuri. Terlalu banyak distraksi membuat kita tidak mampu mindfulness.

Nah, dari sekian banyak judul buku (fiksi) yang saya baca lebih dari sekali, ada satu novel yang sangat saya gemari. Saya tidak punya novel tersebut sehingga untuk membacanya berkali-kali, saya butuh meminjamnya berkali-kali di teman yang berbeda-beda.

Continue reading

Day 15: a Book that Make You Cry Sad Tears

Saya menuruni jembatan memori saat menulis resensi ini. Di masa remaja, selain gandrung akan Harry Potter, komik cantik, dan teenlit kriuk, saya tenggelam dalam novel dan cerpen Islami. Saya mengenal tulisan fiksi tersebut dari majalah Annida yang melahirkan penulis-penulis seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Afifah Afra, Sinta Yudisia, dkk.

Buku pertama yang membuat saya menangis tersedu-sedu adalah novel karangan Asma Nadia yang berjudul Derai Sunyi. Novel ini menceritakan nasib seorang gadis desa yang merantau ke kota sebagai IRT. Nasibnya sungguh malang, sudah jatuh tertimpa tangga. Berusaha mencari peruntungan dengan merantau justru membawanya pada petaka, disiksa setiap hari tanpa alasan yang kemudian berujung pada kematiannya.

wp-1586918236083.jpg Continue reading